JARIK Jogja Gelar Aksi Damai

jarikjogja1.jpg

Jarikjogja beserta beberapa elemen lain menggelar Aksi Damai di Alun-alun Utara Kota Yogyakarta. Aksi yang digelar pada hari Selasa (8/1/2008) ini menghendaki keberlangsungan kemerdekaan beragama di Indonesia. Ratusan simpatisan mendukung terlaksananya aksi ini.

berikut liputan harian Kedaulatan Rakyat

Aksi Menjaga Martabat Bangsa
11/01/2008 09:05:30

YOGYA (KR) – Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai menggelar aksi damai dengan tema ‘Menjaga Martabat Bangsa’ yang dilangsungkan di perempatan Kantor Pos Besar Yogya, Rabu (9/1). Dalam aksi ini, mereka membawa beberapa poster yang berisi antara lain Indonesia bukan negara agama, fatwa sesat no-fatwa keadilan yes, Indonesia damai Indonesia jaya, warga negara kok minta suaka, agama bukan alasan untuk kekerasan.
”Fakta belakangan ini tidak saja memprihatinkan karena menunjukkan kekerasan menjadi jalan keluar bagi masyarakat, serta toleransi semakin tipis. Lebih dari itu, kesan tidak berdaya dan membiarkan dari aparat penegak hukum sungguh mengkhawatirkan. Seakan polisi dan jaksa tidak bertindak berdasarkan konstitusi dan hukum, melainkan desakan sekelompok orang,” ujar Ridho, koordinator umum.
Aksi ini mendapatkan dukungan dari berbagai elemen seperti Interfidei, Rumpun Nusantara, National Integration Movement Jogja-Solo-Semarang, Jembatan Persahabatan, Suluh Perdamaian, Jaringan Islam Kampus, Forum Persaudaraan Umat Beriman, Pusham UII, Forum Kebangkitan Jiwa Jogja-Solo-Semarang, The Inter Cultur Institute, Cemara Institute, SOS Desa Taruna, SKTV, Ponpes Guna Mrica, Kevikepan DIY, SSG, Jaringan Muda Nasionalis, Forum Nom-noman 0 Kilometer, GMKI, Merti Jogja, Lembaga Kajian Ilmu Politik, Syariat Indonesia, LKiS, Sema-F Ushuluddin-BEM-F Dakwah-KBMU UIN Suka, Gerakan Gender Transformatif, Komunitas Warna Kampus UGM, PMII Komisariat UIN, Front Aksi Mahasiswa Jogja, Komunitas Lintas Hening dan Persekutuan Gereja se-Indonesia. (Dod)-d

Liputan KOMPAS Cyber

Aliansi Jogja Dukung Pluralitas

YOGYAKARTA, KOMPAS- Lebih dari 100 orang dari berbagai elemen dan agama yang tergabung dalam Aliansi Jogja untuk Indonesi Damai, Selasa (8/1), menggelar aksi damai di perempatan Kantor Pos besar Yogyakarta.

Aksi itu dilakukan untuk mendukung pluralitas serta menentang adanya pembedaan yang didasarkan pada suku, agama, dan ras.

Menurut mereka, menafikan keberagaman dalam konteks Indonesia adalah suatu pengkhianatan terhadap cita-cita dasar negara. Pancasila dan UUD 1945 dibentuk dengan kesadaran Indonesia sebagai wadah kesatuan bagi segala perbedaan.

Selain berorasi dan membentang sejumlah poster yang berisi kecaman terhadap perbedaan, para pengunjuk rasa menyanyikan juga lagu-lagu bernuansa daerah.

Wartawan: Defri Werdiono
sumber: http://www.kompas.com/ver1/Nasional/0801/08/110817.htm

LIPUTAN SINDO

Daerah Jawa Tengah & DIY

Perbedaan Beragama Minta Dihargai

Rabu, 09/01/2008

YOGYAKARTA (SINDO) – Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Jogja Untuk Indonesia Damai (AJI Damai) kemarin, berunjuk rasa di Simpang Empat Kantor Pos Yogyakarta.

Mereka meminta pemerintah memberikan perlindungan terhadap perbedaan agama dan keyakinan. Sambil membentangkan poster dan spanduk,para peserta aksi membentuk lingkaran di tengah-tengah simpang empat. Secara bergantian mereka melakukan orasi. Beberapa peserta aksi juga tampak mengenakan atribut daerah menujukkan simbol kebhinekaan.

Menurut AJI Damai, 2007 lalu berakhir dengan catatan kelam dan duka mendalam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti kekerasan atas nama agama merebak di mana-mana. Kasus pembakaran rumah komunitas Ahmadiyah, kasus pengikut Al Qiyadah yang digelandang ke kantor polisi ,Lia Eden,gereja disatroni, dan lain sebagainya.

”Menafikkan keberagamaan dalam konteks Indonesia adalah satu penghianatan terhadap cita-cita dan dasar negara,Pancasila dan UUD 1945,” teriak Ridho,koordinator aksi. Padahal,menurut AJI Damai, negara Indonesia dibangun dengan kesepakatan tiadanya dominasi suatu agama terhadap agama lain.Karena,dominasi tersebut akan menghancurkan kesatuan itu sendiri.

”Kami meminta pemerintah untuk memberikan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada setiap warga sesuai dengan mandat hukum HAM Internasilan,” tegasnya lagi. Surahman, peserta aksi yang lain menyatakan, kebebasan beragama dan berkeyakinan itu harus dihargai.

Menurut dia agama hanyalah simbol yang tidak boleh ditafsirkan atas kepentingan masing- masing. Sementara itu, aksi yang berjalan damai ini mendapat penjagaan ketat. Petugas kerepotan mengatur arus lalu lintas lantaran unjuk rasa ini dilakukan persis di tengah-tengah Simpang Empat.Para pengguna jalanpun terpaksa harus berjalan pelan akibat aksi ini.

”Unjuk rasa sih boleh-boleh saja.Tapi kan bisa dilakukan dipinggir jalan, tidak harus di tengah jalan seperti ini. Inikan menggangu lalu lintas,” ujar Panji, salah seorang pengguna jalan yang kebetulan melintas di tempat ini. (ainun najib)
sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/jawa-tengah-diy/perbedaan-beragama-minta-dihargai-3.html

RADAR JOGJA
Sabtu, 23 Feb 2008

Rabu, 09 Jan 2008
Hargai Perbedaan, Hindari Kekerasan

JOGJA – Sekitar 100 orang dari Aliansi Jogja untuk Indonesia (AJI) Damai melakukan aksi di perempatan Kantor Pos Besar, kemarin. Aksi yang berlangsung sekitar pukul 09.30 ini diikuti puluhan elemen yang tergabung dalam AJI Damai.

Antara lain, Interfidei, Jaringan Islam Kampus (JIK), Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB), Pusham UII, GMKI, Merti Jogja, Syarikat Indonesia, LkiS, PMII Komisariat UIN, Front Aksi Mahasiswa Jogja, Komunitas Warna Kampus UGM dan Persekutuan Gereja se-Indonesia (PGI).

Dalam aksinya, AJI Damai menyayangkan terjadinya kekerasan dalam menjalankan keyakinan. Beberapa kasus yang menjadi perhatian AJI Damai antara lain kelompok Al Qiyadah yang digelandang ke kantor polisi. Lia Eden yang menjalani kurungan dua tahun penjara, gereja disatroni dan dipaksa mengentikan aktivitas.

Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus mendaftar kelompok-kelompok minoritas dan mengidentifikasi mereka sebagai aliran sesat. “Kata sesat diproduksi dan dijadikan dasar pembenar untuk menghilangkan keberagaman,” kata seorang pengunjuk rasa yang membawa poster.

Berbagai poster mewarnai aksi ini. Yakni bertuliskan Indonesia bukan negara Islam, Agama bukan alasan untuk kekerasan, Warga kok minta suaka? Perbedaan = kekayaan dan Stop politisasi agama.

Dalam aksi yang dijaga polisi ini, AJI Damai menyampaikan pesan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kejaksaan Agung, kepolisian dan masyarakat. SBY diminta memberi jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada setiap warga negara sesuai mandat hukum HAM Internasional.

Lalu, Kejagung diminta tidak mengkriminalkan, membekukan dan melarang aliran agama berdasarkan fatwa MUI. AJI Damai juga meminta kepolisian menindak tegas pelaku kriminal atas nama agama. Sedangkan masyarakat dimintai menghargai perbedaan agama dan keyakinan serta menghindari tindak kekerasan.

Korlap Solichin meminta masyarakat mengedepankan dialog jika menganggap ada perbedaan paham keagamaan dan keyakinan. (uki/lai)

http://harianjoglosemar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3325&Itemid=1

Kekerasan Atas Nama Agama Harus Ditolak

Agama Harus DitolakAliasi Jogja untuk Indonesia Damai (AJI Damai) mendesak pemerintah bersikap tegas terhadap setiap aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama.
Desakan itu mereka sampaikan saat AJI Damai menggelar aksi di Perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta, Selasa (8/1).
Menurut mereka, dalam beberapa waktu terakhir marak berbagai kelompok yang melakukan aksi kekerasan dengan menggunakan agama sebagai dalih.
“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural dan sehingga harus saling menghargai adanya keberagaman. Meski kita berbeda suku, ras dan agama, kita tetap saudara,” ungkap Muhammad Ridho, AJI Damai.
Penayangan berbagai media massa tentang kekerasan, kata dia, sangat mewarnai selama tahun 2007 kemarin. Dalam setiap kekerasan itu, aparat keamanan terlihat hanya bersiaga tanpa mampu mencegah.
Ironisnya, lanjut dia, banyak aksi kekerasan yang sudah jelas siapa pelakunya namun tidak diproses secara hukum.
Negara Indonesia, kata Ridho, dibangun dengan kesepakatan tiadanya dominasi satu agama terhadap agama lain. Ada dominasi terhadap kelompok lain, jelas akan menghancurkan persatuan.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus memberi perlindungan yang sama kepada rakyatnya terutama dalam beragama. Tindak kekerasan terhadap penganut kepercayaan tertentu, kata dia, tidak boleh ditolerir.
“Jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada setiap warga negara sesuai dengan mandat hukum internasional. Negara harus memberi jaminan perlindungan itu karena masalah kepercayaan adalah hak-hak dasar bagi warga negara,” ungkap Ridho. (wip)

http://www.vaticanradio.org/it1/Articolo.asp?c=181015

19/01/2008 15.51.41

Giovani indonesiani di diverse fedi manifestano contro la crescente intolleranza religiosa nel Paese

Giovani cristiani, indù e musulmani di una trentina di associazioni giovanili indonesiane hanno manifestato nei giorni scorsi per dire basta alle violenze a sfondo religioso che hanno segnato il Paese nell’anno appena trascorso e per riaffermare il principio della pacifica convivenza tra le religioni. “Siamo differenti ma siamo sempre indonesiani”, “le religioni sono contro la violenza”, “l’Indonesia non è uno Stato confessionale” sono stati alcuni degli slogan risuonati per le strade della città di Yogykarta, a sud-est di Giakarta. Le 30 associazioni, tra cui la “Gioventù cattolica”, hanno deciso di costituire l’Alleanza per un’Indonesia pacifica (AJI Damai) e diffuso una dichiarazione in cui chiedono al presidente della Repubblica Susilo Bambang Yudhoyono “di garantire il pluralismo religioso sancito dalla Costituzione e la libertà di fede di tutti i cittadini” e di “difendere l’unità della Nazione, senza piegarsi alle pressioni di movimenti che considerano altri gruppi come sette deviate legittimando i propri atti di violenza in nome della religione”. In questi ultimi anni si sono moltiplicati in Indonesia gli atti di intolleranza. Tra i bersagli anche i cristiani. Secondo un recente rapporto della Conferenza episcopale e delle Chiese protestanti indonesiane fra il 2004 e il 2007, 108 edifici cristiani, muniti di regolare autorizzazione per il culto, hanno ricevuto minacce o sono stati costretti a chiudere i battenti a causa delle manifestazioni di gruppi fondamentalisti. I musulmani in Indonesia sono circa l’85 per cento della popolazione di 220 milioni di abitanti, mentre i cristiani rappresentano in totale il 10 per cento di essa. I cattolici sono circa 6 milioni. (L. Z)

One Response

  1. Ya selamat deh atas suksesnya aksi yang digelar oleh Jarik bersama beberapa elemen lain di Yogya.

Leave a comment